Penjabaran Tujuan Kedua Sustainable Development Goals (SDGs) "Tanpa Kelaparan " atau "Zero Hunger"
Isu kelaparan merupakan salah satu akibat dari kemiskinan.
Jika kemiskinan terjadi di dalam suatu keluarga maka disana ada anak-anak yang mungkin akan menghadapi masalah kelaparan, kekurangan gizi, sampai kesehatannya bahkan jiwanya bisa terancam.
Di dalam keluarga miskin otomatis anak-anaknya tidak mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana mestinya padahal itu merupakan salah satu haknya.
Rantai itu akan terus berlanjut apabila tidak ada penanganan dan kesadaran dari masyarakat sekitar untuk membantu.
Dari perspektif hak-hak asasi manusia, adanya kemiskinan ini merupakan tanggung jawab dari semua orang untuk dapat saling bantu membatu, bergotong royong untuk memberantasnya.
Uluran tangan dari semua orang sangat dibutuhkan sebagai upaya penanggulangan kemiskinan.
Masalah kemiskinan menyebabkan kelaparan dan masalah ini tidak hanya masih aktual, tetapi juga masih sangat dibutuhkan untuk menjadi fokus utama.
Dari ke tujuh belas tujuan global SDGs, tanpa kelaparan atau zero hunger merupakan salah satu concern yang paling penting setelah tanpa kemiskinan karena merupakan dasar untuk selanjutnya dapat melaksanakan tujuan-tujuan SDGs yang lain.
Tujuan Tanpa Kelaparan mengharapkan tidak ada lagi kelaparan, mencapai tujuan pangan, perbaikan nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian berkelanjutan.
Tujuan dasar ini sangat penting karena berkaitan dengan masa depan bangsa yaitu berupa SDM (Sumber Daya Manusia) yang akan melanjutkan keberjalanan bangsa sekaligus melaksanakan tujuan SDGs untuk dapat mencapai target di tahun 2030.
Salah satu aplikasi yang dapat dilakukan untuk implementasi SDGs ini adalah Zakat. Zakat mempunyai potensi untuk mencapai tujuan SDGs yang diharapkan dapat tercapai di tahun 2030.
Tidak hanya zakat, tetapi juga berupa infaq, shadaqah, dan wakaf (ziswaf). Gerakan tersebut berfokus pada 6 isu diantaranya: tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, pendidikan berkualitas, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, berkurangnya kesenjangan, dan kebersihan lingkungan yang merupakan tujuan SDGs 1, 2, 4, 6, 8, dan 10.
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa di setiap tujuan SDGs merupakan poin-poin yang seharusnya sesuai dengan zakat, atau tepatnya didukung oleh kerja zakat, dll.
Fahham menjelaskan bahwa zakat itu merupakan salah satu sarana untuk menciptakan keadilan sosial dan mengentaskan kemiskinan.
Keadilan sosial diciptakan zakat melalui persebaran harta kepada orang-orang miskin, orang-orang tertindas (mustad.'afin) sehingga harta kekayaan tidak hanya berhenti pada kantong-kantong orang kaya yang memiliki kekuasaan.
Zakat juga mampu mengentaskan kemiskinan melalui distribusi harta zakat kepada setiap orang yang berhak agar orang-orang tersebut dapat memenuhi hak-hak dasarnya untuk memperoleh makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan (Fahham, 2011: 9).
Dalam penyaluran zakat dan distribusinya dibutuhkan filantropi untuk praktik nyata mengentaskan kemiskinan di masyarakat.
Zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf (ziswaf) merupakan kewajiban setiap orang beragama islam untuk menjalankannya karena zakat merupakan salah satu rukun islam.
Filantropi yang cocok dengan hal ini adalah filantropi islam. Filantropi menurut KBBI adalah cinta kasih (kedermawanan dsb) terhadap sesama atau dapat diartikan perilaku seseorang yang mencintai sesamanya dan nilai kemanusiaannya sehingga dapat menyumbangkan waktu, uang, dan tenaga untuk membantu sesama.
Pengelolaan zakat membutuhkan metode pengelolaan yang tidak hanya dilakukan secara konvensional tapi juga harus mengikuti perkembangan teknologi.
Di zaman modern seperti sekarang ini pengelolaan zakat harus dirumuskan dan diupayakan dengan baik.
Perkembangan teknologi komunikasi sangat pesat dan dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat. cara mengaksesnya pun mudah.
Salah satu lembaga amil zakat yang terkenal yaitu dompet duafa meresponnya dengan inovasi dan pelayanan zakat dengan online yag bertujuan untuk memudahkan para mustahik menunaikan zakat dimanapun dan kapanpun.
Tidak hanya dompet duafa saja, tetapi lembaga amil zakat lain dan lembaga filantropi islam yang telah tumbuh pesat di Indonesia ini juga memanfaatkan cara tersebut.
Daftar Pustaka
Hasanah, M., &
Istiqomah. (2019). ZAKAT DIGITAL: PENGUMPULAN ZAKAT BERBASIS TEKNOLOGI DALAM
MEWUJUDKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGS). Ekonomi Dan Keuangan,
112–121.
Hidayat, A., &
Mukhlisin, M. (2020). Analisis Pertumbuhan Zakat Pada Aplikasi Zakat Online
Dompet Dhuafa. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(3), 675.
https://doi.org/10.29040/jiei.v6i3.1435
Ishartono, &
Raharjo, S. T. (2019). Sustainable development goals. Social Work Journal,
6(2), 154–272. https://doi.org/10.14512/gaia.28.2.1
Juned, M., Kusumastuti,
R. D., & Darmastuti, S. (2015). Penguatan peran pemuda dalam pencapaian
tujuan ketiga Sustainable Development Goals (SDGs) di Karang Taruna Keluarahan
Serua, Bojongsari, Depok. Prosiding Seminar Hasil Pengabdian Kepada
Masyarakat, 9, 1–7.
Khanifa, N. K. (2018).
Penguatan Peran Ziswaf dalam Menyongsong Era SDGs: Kajian Filantropi BMT Tamzis
Wonosobo. Cakrawala: Jurnal Studi Islam, 13(2), 149–168.
https://doi.org/10.31603/cakrawala.v13i2.2329
Komentar
Posting Komentar